Cari Angin: Betmen, Belang, Macan dan Carut Marut UU MD3
Selain menyeduh kopi, akhir-akhir ini saya tertarik mengamati penghuni Tamkul yang 'lain'. Bukan, bukan demit apalagi jin. Melainkan makhluk-makhluk kecil yang kerap berseliweran di depan kedai kami. Tuyul? Bukan.
Mereka adalah Betmen, Belang dan Macan. Yoi, mereka itu kucing. Kucing Tamkul. Penghuni yang lebih dulu ada sebelum kami buka, kami cuma pendatang (tapi tidak merebut lahan hehe...). Usut punya usut mereka bertiga ini ada yang ngopeni ('merawat' dalam bahasa Jawa). Yaitu seorang bapak penyewa lapak 'recording studio' di utara kedai kami. Woh? Emang ada yang rekaman? Ada lha, siapa menyangka, Tamkul ini bisa terbilang 'lengkap' (Baca: Palu Gada).
Betmen. Padahal dia betina. Dinamai oleh salah satu Sobat Kopi Yuk! Paiman, Pamian atau Maiman? Ya, kira-kira begitulah. Dipanggil begitu karena bentuk wajah dan warna si kucing mirip tokoh fiksi DC, Batman. Lagi-lagi, padahal dia betina.
Baru-baru ini dia melahirkan. Saya tahu, karena sempat melihat anak-anaknya seliweran bermain di utara kedai kami. Dan tentu saja, dari warnanya, dominan hitam, sementara warna putih ada di bagian bawah perut. Siapa bapaknya? Si Macan. Untuk bagian ini saya jelaskan kemudian.
Betmen kerap kali menyambangi kami. Yah, untuk apa lagi kalau bukan berharap kebaikan sobat Kopi Yuk agar diberi tulang, daging ayam atau barangkali remahan chips. Tapi semingguan ini, Betmen jarang terlihat. Ah, barangkali sedang mengurus anak-anaknya. Kasih ibu sepanjang masa.
Belang. Sama seperti Betmen, dia betina. Lagi-lagi dinamai oleh Paiman, Pamian atau Maiman? Ya begitulah. Kalau ini memang karena yang bersangkutan punya tiga warna. Dibandingkan Betmen, si Belang ini frekuensinya paling sering seliweran di depan kedai kami. Dia juga sering nongkrong di kedai sebelah.
Sebulan lalu, si Belang kerap mengajak empat anaknya berkunjung ke kedai kami. Tiga anaknya takut-takut jika disentuh oleh kami atau sobat Kopi Yuk! Mereka lucu-lucu. Selucu mbak-mbak gemezz. Sementara yang satunya, suka sekali dielus-elus. Nah, cuma akhir-akhir ini kami tidak pernah lagi melihat anak-anak si belang berseliweran. Mungkin sudah bertualang atau disekolahkan.
Nah, balik lagi ke pertanyaan yang sama. Siapa sih bapak dari anak-anak si Belang? Si Macan. Macan lagi?! Poligami ini namanya.
Macan. Dialah satu-satunya pejantan di kalangan kucing Tamkul. Udah ketahuan kan alasannya, kenapa dia poligami. Dijuluki begitu, karena, lagi-lagi Paiman, Pamian atau Maiman yang menamai. Torsonya (tubuh-red) mirip singa atau raja hutan. Otot-otot di sekitar pangkal bahu dan kakinya memperlihatkan itu.
Saya paling ingat kucing satu ini. Karena dia telah 'memakan' satu korban. Disainer interior kami, Misty 😁 kena cakar atau tergigit tangannya sampai berdarah. Maksud hati ingin bermain-main, eh si Macan waktu itu tampaknya sedang tidak mood.
Dari ketiga kucing ini, suara Macan paling keras ketika mengeong. Dia mengeong ketika sedang mencari makan. Pernah suatu waktu saya melihat Macan bertengkar dengan si Betmen. Mengeongnya lebih mirip auman. Barangkali urusan rumah tangga atau dia ketahuan selingkuh dengan si Belang. Entahlah, saya hanya menebak. Jika diteruskan saya bisa beralih, dari penyeduh kopi menjadi pengamat fauna.
Ya setidaknya kehadiran mereka, menghibur saya. Tapi suatu waktu pernah kesal juga. Macan berhasil menggondol nasi ayam presto, padahal belum saya tuntaskan. Saat itu, sesi makan siang harus saya beri jeda karena harus melayani sobat Kopi Yuk.
Sedangkan si Belang pernah berhasil menangkap anak tikus dan membawanya ke depan kedai (Hmm...adegan ini tampak saya kenal di Godfather). Analisis saya, ada kemungkinan si Belang tidak suka dengan kami. Persis adegan 'hadiah' kepala kuda di ranjang Jack Woltz dalam film Godfather. Mmm...setidaknya si Belang ini bermanfaat untuk mengejar tikus-tikus Tamkul yang kerap menyelinap masuk ke kedai kami.
Butuh banyak si 'Belang' untuk menangkap 'Tikus'
Persoalan tikus-tikus biang kerok ini barangkali tidak serumit oknum 'tikus' yang menjabat sebagai anggota dewan. Ya, baru-baru ini, beberapa minggu terakhir, pengesahan revisi UU MD3 (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD) ramai diperbincangkan.
Revisi dilakukan terhadap beberapa pasal. Di antaranya yang ramai didengungkan di dunia maya, soal pengkritik DPR bisa dipenjara (Pasal 122 Huruf K), pemanggilan paksa DPR dibantu pihak kepolisian (Pasal 73 ayat 4), anggota DPR yang tersangkut kasus harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan Dewan dan Presiden sebelum diproses secara hukum (Pasal 245). Selain tiga di atas, beberapa pasal lainnya berkaitan penambahan jumlah pimpinan MPR, DPR, DPD dan evaluasi Perda oleh DPD.
Pengamat politik menilai pengesahan UU ini kontraproduktif dengan UUD 1945, yaitu soal prinsip keterwakilan. "Rakyat masa' harus berhadapan dengan institusi yang dia pilih sendiri yaitu DPR karena adanya interaksi. Entah interaksi apa sehingga harus berhadapan dengan institusi besar seperti DPR," ujar ahli hukum tata negara, Irman Putra mengaitkan dengan pasal pengkritik DPR yang bisa dipidanakan.
Hingga kini persoalan mengenai peraturan baru tersebut diupayakan ke Mahkamah Konstitusi. Di internet muncul petisi soal gugatan tersebut. Jika Sobat Kopi Yuk! ingin berpartisipasi, bisa klik di sini. Saya sendiri sudah menandatangani.
Jadi saya tidak bisa membayangkan nantinya, ketika muncul banyak meme di internet yang mengkritik kinerja anggota dewan, lalu para kreatornya dipidanakan. Represi a la Orde Baru datang lagi.
Tidak bisa dibayangkan ketika anggota dewan mempidanakan pemilihnya sendiri. Jika ini persoalan bahasa pasal yang kurang tepat, maka perbaikilah agar tidak menimbulkan kerancuan. Hal ini berlaku untuk pasal lain.
Kita butuh banyak si 'Belang' untuk selalu mengawasi gerak-gerik dan menangkap oknum 'tikus' yang gemar menyelinap dan mencuri.
Mereka adalah Betmen, Belang dan Macan. Yoi, mereka itu kucing. Kucing Tamkul. Penghuni yang lebih dulu ada sebelum kami buka, kami cuma pendatang (tapi tidak merebut lahan hehe...). Usut punya usut mereka bertiga ini ada yang ngopeni ('merawat' dalam bahasa Jawa). Yaitu seorang bapak penyewa lapak 'recording studio' di utara kedai kami. Woh? Emang ada yang rekaman? Ada lha, siapa menyangka, Tamkul ini bisa terbilang 'lengkap' (Baca: Palu Gada).
Betmen. Paling malu kalau difoto. Lari melulu |
Baru-baru ini dia melahirkan. Saya tahu, karena sempat melihat anak-anaknya seliweran bermain di utara kedai kami. Dan tentu saja, dari warnanya, dominan hitam, sementara warna putih ada di bagian bawah perut. Siapa bapaknya? Si Macan. Untuk bagian ini saya jelaskan kemudian.
Betmen kerap kali menyambangi kami. Yah, untuk apa lagi kalau bukan berharap kebaikan sobat Kopi Yuk agar diberi tulang, daging ayam atau barangkali remahan chips. Tapi semingguan ini, Betmen jarang terlihat. Ah, barangkali sedang mengurus anak-anaknya. Kasih ibu sepanjang masa.
Belang paling sering ke Kopi Yuk! |
Sebulan lalu, si Belang kerap mengajak empat anaknya berkunjung ke kedai kami. Tiga anaknya takut-takut jika disentuh oleh kami atau sobat Kopi Yuk! Mereka lucu-lucu. Selucu mbak-mbak gemezz. Sementara yang satunya, suka sekali dielus-elus. Nah, cuma akhir-akhir ini kami tidak pernah lagi melihat anak-anak si belang berseliweran. Mungkin sudah bertualang atau disekolahkan.
Nah, balik lagi ke pertanyaan yang sama. Siapa sih bapak dari anak-anak si Belang? Si Macan. Macan lagi?! Poligami ini namanya.
Macan, si manja tapi gahar! |
Saya paling ingat kucing satu ini. Karena dia telah 'memakan' satu korban. Disainer interior kami, Misty 😁 kena cakar atau tergigit tangannya sampai berdarah. Maksud hati ingin bermain-main, eh si Macan waktu itu tampaknya sedang tidak mood.
Dari ketiga kucing ini, suara Macan paling keras ketika mengeong. Dia mengeong ketika sedang mencari makan. Pernah suatu waktu saya melihat Macan bertengkar dengan si Betmen. Mengeongnya lebih mirip auman. Barangkali urusan rumah tangga atau dia ketahuan selingkuh dengan si Belang. Entahlah, saya hanya menebak. Jika diteruskan saya bisa beralih, dari penyeduh kopi menjadi pengamat fauna.
Ya setidaknya kehadiran mereka, menghibur saya. Tapi suatu waktu pernah kesal juga. Macan berhasil menggondol nasi ayam presto, padahal belum saya tuntaskan. Saat itu, sesi makan siang harus saya beri jeda karena harus melayani sobat Kopi Yuk.
Sedangkan si Belang pernah berhasil menangkap anak tikus dan membawanya ke depan kedai (Hmm...adegan ini tampak saya kenal di Godfather). Analisis saya, ada kemungkinan si Belang tidak suka dengan kami. Persis adegan 'hadiah' kepala kuda di ranjang Jack Woltz dalam film Godfather. Mmm...setidaknya si Belang ini bermanfaat untuk mengejar tikus-tikus Tamkul yang kerap menyelinap masuk ke kedai kami.
Butuh banyak si 'Belang' untuk menangkap 'Tikus'
Persoalan tikus-tikus biang kerok ini barangkali tidak serumit oknum 'tikus' yang menjabat sebagai anggota dewan. Ya, baru-baru ini, beberapa minggu terakhir, pengesahan revisi UU MD3 (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD) ramai diperbincangkan.
Revisi dilakukan terhadap beberapa pasal. Di antaranya yang ramai didengungkan di dunia maya, soal pengkritik DPR bisa dipenjara (Pasal 122 Huruf K), pemanggilan paksa DPR dibantu pihak kepolisian (Pasal 73 ayat 4), anggota DPR yang tersangkut kasus harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan Dewan dan Presiden sebelum diproses secara hukum (Pasal 245). Selain tiga di atas, beberapa pasal lainnya berkaitan penambahan jumlah pimpinan MPR, DPR, DPD dan evaluasi Perda oleh DPD.
Pengamat politik menilai pengesahan UU ini kontraproduktif dengan UUD 1945, yaitu soal prinsip keterwakilan. "Rakyat masa' harus berhadapan dengan institusi yang dia pilih sendiri yaitu DPR karena adanya interaksi. Entah interaksi apa sehingga harus berhadapan dengan institusi besar seperti DPR," ujar ahli hukum tata negara, Irman Putra mengaitkan dengan pasal pengkritik DPR yang bisa dipidanakan.
Hingga kini persoalan mengenai peraturan baru tersebut diupayakan ke Mahkamah Konstitusi. Di internet muncul petisi soal gugatan tersebut. Jika Sobat Kopi Yuk! ingin berpartisipasi, bisa klik di sini. Saya sendiri sudah menandatangani.
Jadi saya tidak bisa membayangkan nantinya, ketika muncul banyak meme di internet yang mengkritik kinerja anggota dewan, lalu para kreatornya dipidanakan. Represi a la Orde Baru datang lagi.
Tidak bisa dibayangkan ketika anggota dewan mempidanakan pemilihnya sendiri. Jika ini persoalan bahasa pasal yang kurang tepat, maka perbaikilah agar tidak menimbulkan kerancuan. Hal ini berlaku untuk pasal lain.
Kita butuh banyak si 'Belang' untuk selalu mengawasi gerak-gerik dan menangkap oknum 'tikus' yang gemar menyelinap dan mencuri.
Komentar
Posting Komentar