Kenapa Kopi Yuk Buka di Jogja?

"Mungkin semesta yang berkehendak"

Kalimat yang ciamik kalo menurut saya. Kenapa semesta? Ini semua gara-gara si Bing yang ngompor-ngompori kalau segala sesuatunya itu adalah kehendak alam beserta terutama dengan rasi bintang yang dia baca belakangan ini. Oke! Paragraf selanjutanya langsung masuk ke topik pembicaraan yang sebenarnya.

Saya mau buka-bukaan tentang ide awal sebelum kami memutuskan nama kedai mungil kami dengan nama Kopi Yuk! Jadi, diawali dari kata rencana. Sebelum bertemu si Bing. Saya sudah membuat proposal kedai kopi yang entah bisa terlaksana atau tidak. Saya amat ingin sekali memperkenalkan kopi kepada anak-anak muda terutama mahasiswa dengan membangun kedai kopi di dalam komplek kampus.

Kampus yang saya pilih pertama adalah tempat yang telah meluluskan saya dari status mahasiswa, yaitu FISIP Atma Jaya Yogyakarta. Saya memilih kampus tersebut karena memiliki ke-guyub-an (keakraban) yang unik. Kampus yang setelah saya tinggalkan dan baru memiliki public space berupa kantin tersebut jadi semakin meriah dengan kehadiran kedai kopi (saya membatin).

Proposal pun segera dicetak setelah saya dan Bing sepakat. Dan berangkatlah saya menuju kampus di Jalan Babarsari itu. Pihak kampus memberitahukan akan ada surat pemanggilan pada awal November 2017 (Pada waktu itu masih bulan Juni).

Sambil menunggu kabar salah seorang teman kami merekomendasikan Taman Kuliner Condongcatur sebagai alternatif untuk membuka kedai kopi.
"Sungguh di luar konsep yang saya bayangkan," pikir saya.
Dengan berbagai pertimbangan, tidak ada salahnya ketika Taman Kuliner Condongcatur hanya jadi alternatif. Sekian lama menunggu justru proposal awal untuk membuka kedai kopi di dalam kampus terpatahkan dengan adanya kabar baik dari pihak Taman Kuliner Condongcatur yang lebih "cepat" (bukan kata sebenarnya, hanya lebih cepat saja.) memproses proposal yang kami ajukan.

Bagaimana dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta? Surat akhirnya datang dua minggu setelah kami mulai menyeduh di Taman Kuliner Condongcatur. Surat yang datang pun bukan surat undangan tapi surat penolakan.

Ada positifnya juga ketika rencana pertama malah gagal. Jika buka di kampus maka saya pun harus rela untuk libur (tidak jualan) dengan jangka waktu yang cukup lama, karena mengikuti kegiatan aktif di kampus. Jadi, kalau kampus libur semester mau tidak mau saya juga akan libur.

Dampak positifnya ketika kami menyeduh di Taman Kuliner Condongcatur adalah banyak orang yang bisa menikmati kopi seduhan kami terutama aspek mengobrolnya. Kami juga banyak mempertemukan orang-orang yang awalnya tidak mengenal sampai bisa bekerja sama dalam sebuah proyek.

Cerita lengkapnya tentang mempertemukan orang-orang tersebut di tulisan saya selanjutnya ya. Sekali lagi semua ini karena semesta.

Komentar

Postingan Populer